Langsung ke konten utama

 

PERENCANAAN PEMBANGUNAN SEBAGAI SUATU SIKLUS POSTMODERNISME

 


Ilmu perencanaan pembangunan pada awalnya pertama kali muncul di negara-negara yang menganut paham sosialisme sehingga peranan pemerintah sangat besar terutama dalam bidang ekonomi pembangunan. Peranan pemerintah tersebut selanjutnya diarahkan secara tepat dan sistematis dengan sebuah konsep ilmu perencanaan pembangunan yang berupaya mengkoordinasikan dan mendorong segala proses pembangunan secara nasional.

Akan tetapi kenyataan menunjukkan bahwa tidak semua negara memerlukan dan menggunakan sistem perencanaan dalam mendorong percepatan pembangunan di negaranya masing-masing, contohnya adalah negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropa yang dimana proses pembangunannya didorong dan dikendalikan melalui apa yang disebut “Tangan tak tampak” (Invisible Hand) atau mekanisme pasar.

Arthur Lewis dalam bukunya yang berjudul Development Planning: The Essentials of Economic Policy, Mengartikan bawa perencanaan pembangunan merupakan suatu kumpulan kebijaksanaan dan program pembangunan untuk merangsang masyarakat dan swasta menggunakan sumber daya yang tersedia secara lebih produktif. Rangsangan dalam hal ini diartikan sebagai bentuk insentif-insentif ekonomi baik secara makro maupun mikro yang dapat mendorong penggunaan sumber daya secara lebih produktif sehingga akan meningkatkan proses pembangunan yang sedang berlangsung. Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa perencanaan pada umumnya merupakan cara, teknik atau metode yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan secara tepat, terarah dan efisien sesuai dengan sumber daya yang tersedia. Sedangkan kata pembangunan sendiri bermakna suatu proses untuk mendorong proses pertumbuhan dan perkembangan masyarakat guna mewujudkan masyarakat yang maju, makmur dan sejahtera

Perencanaan pembangunan sendiri memiliki sasaran dan tujuan yang tersirat dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) yaitu mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan, menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi dan sinergi antardaerah, waktu dan fungsi pemerintah baik pusat maupun daerah, menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan, mengoptimalkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan, menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif dan adil.

Perencanaan pembangunan mempunyai siklus atau putaran kegiatan yang terpola dan hampir seragam. Secara umum terdapat 10 siklus minimum perencanaan pembangunan yang perlu dilakukan dalam setiap kegiatan perencanaan pembangunan. Siklus tersebut saling berhubungan satu sama lainnya sehingga membentuk suatu kegiatan yang sistematis dan terarah.

Kegiatan pertama, dalam proses perencanaan pembangunan adalah penilaian keadaan saat ini (Existing Condition). Penyusunan perencanaan pembangunan harus selalu dimulai dengan penilaian dan pengamatan terhadap kondisi umum negara atau daerah baik di bidang fisik maupun sosial ekonomi yang sedang terjadi. Kondisi fisik sendiri meliputi geografi dan geomorfologi, potensi sumber daya alam, kondisi lingkungan dan aspek tata ruang. Sedangkan kondisi sosial ekonomi meliputi aspek kependudukan, sumber daya manusia, agama dan budaya, perekonomian, hukum dan pemerintahan. Analisis terhadap kondisi fisik dan non-fisik ini sangat penting artinya sebagai acuan utama dalam penyusunan perencanaan pembangunan untuk periode mendatang.

Kegiatan kedua, yaitu penilaian arah pembangunan masa datang, penilaian ini biasanya dilakukan dengan jalan melakukan prediksi dan proyeksi secara terukur terhadap beberapa indikator makro pembangunan di bidang ekonomi seperti pertumbuhan ekonomi, kebutuhan investasi, pendapatan perkapita, tingkat kemiskinan dan pengangguran. Selain itu prediksi dan proyeksi di bidang sosial juga sangatlah penting seperti proyeksi penduduk, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Angka Partisipasi Kasar (APK), Angka Kematian Ibu (AKI), dan lain-lain. Tidak kalah penting prediksi dan proyeksi juga dilakukan di bidang fisik dan tata ruang seperti tendensi penggunaan lahan (Land-use) dan pola tata ruang.

Kegiatan ketiga, yang perlu dilakukan adalah melakukan formulasi tujuan dan sasaran pembangunan. Tujuan pembangunan pada dasarnya adalah merupakan deskripsi tentang sasaran akhir yang ingin diwujudkan melalui kegiatan pembangunan. Sedangkan sasaran pembangunan merupakan jabaran lebih konkret tentang tujuan pembangunan tersebut. Sasaran pembangunan biasanya dirumuskan dalam bentuk target pembangunan secara makro yang harus dicapai pada akhir periode pembangunan

Setelah itu kegiatan keempat, dalam siklus perencanaan pembangunan adalah mengkaji berbagai alternatif strategi yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan yang sudah ditetapkan. Strategi pembangunan sendiri pada umumnya adalah cara dan upaya yang terbaik yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan. Strategi tersebut disusun secara parsial dan menyeluruh baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Ketepatan suatu strategi pembangunan dinilai dari tingkat operasionalisasi yang sesuai dengan kondisi sosial ekonomi tempat yang bersangkutan dan dapat mencapai tujuan dengan pengorbanan biaya, upaya serta dampak negatif yang minimum.

Berikutnya kegiatan kelima dalam siklus perencanaan pembangunan adalah menetapkan prioritas pembangunan. Penentuan prioritas pembangunan perlu dilakukan secara tajam agar pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan dapat dilakukan dengan kondisi dana yang terbatas. Hal ini penting dilakukan mengingat ketersediaan dana yang terbatas dalam pembiayaan pembangunan. Prioritas dapat ditentukan berdasarkan sektor atau bidang pembangunan. Adanya bidang dan sektor prioritas ini adalah untuk mewujudkan efisiensi pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan.

Dengan memperhatikan prioritas pembangunan yang ditetapkan maka langkah atau kegiatan keenam adalah merumuskan kebijakan pembangunan yang tepat sesuai dengan kondisi umum dan proyeksi pembangunan di masa yang akan datang. Perumusan kebijakan pembangunan harus dilakukan secara terarah dan sistematis sesuai dengan permasalahan pokok yang dihadapi serta tujuan dan sasaran pembangunan yang telah ditetapkan terdahulu. Kebijakan tersebut harus bersifat operasional sesuai dengan kondisi fisik dan sosial ekonomi serta kemampuan keuangan negara atau daerah yang bersangkutan.

Kegiatan ketujuh dari siklus perencanaan pembangunan adalah melakukan identifikasi terhadap program dan kegiatan yang diperlukan agar dapat melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan terdahulu dalam rangka mewujudkan program, tujuan dan sasaran pembangunan. Tindakan dan upaya ini harus dilakukan sesuai dengan ketersediaan dana yang dimiliki pemerintah. Dalam kegiatan ini terdapat indikator kinerja berikut target kinerja yang harus dicapai guna memudahkan penyusunan anggaran kinerja serta memudahkan proses monitoring dan evaluasi.

Setelah program kegiatan ditetapkan, maka kegiatan kedelapan dalam siklus perencanaan pembangunan adalah penetapan dana investasi sesuai kebutuhan. Kebutuhan dana tersebut dilakukan secara kasar dalam bentuk pagu dana indikatif yang nantinya dapat disesuaikan saat penyusunan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) yang ditetapkan melalui nota kesepakatan antara eksekutif dan legislatif. Dalam penentuan kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan Standar Anggaran Belanja (SAB) yang ditetapkan secara berkala oleh masing-masing daerah. Perkiraan dana investasi akan dapat diketahui dengan mengalikan keluaran (output) dengan satuan barang (Unit cost) yang ditetapkan dalam SAB. Dengan menjumlahkan keseluruhan kebutuhan dana tersebut maka kita dapat mengetahui kebutuhan dana pada masing-masing OPD dalam tahun yang bersangkutan.

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, salah satu kegiatan penting sekaligus kegiatan kesembilan dalam siklus perencanaan pembangunan adalah penetapan indikator kinerja. Penetapan ini sangat penting untuk dapat mengetahui secara konkret tingkat keberhasilan pelaksanaan suatu program. Indikator dan target kinerja tersebut dapat ditetapkan secara kuantitatif maupun kualitatif. Akan tetapi dalam prakteknya agar mempermudah penyusunan anggaran kinerja dan pelaksanaan monitoring dan evaluasi indikator dan target kinerja tersebut ditentukan secara kuantitatif. Indikator dan target kinerja ini nantinya akan dikonversi menjadi Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) yang berisikan masukan (input), keluaran (output), hasil (outcome).

Kegiatan terakhir dalam siklus perencanaan pembangunan adalah penyusunan rencana tindak (Action Plan) yang berisikan berbagai ketentuan operasional dan cara yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan rencana, khususnya pada program dan kegiatan yang telah ditetapkan. Dalam penyusunan rencana tindak ini juga terdapat kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan perencanaan pembangunan yang telah di tetapkan. Hasil dari monitoring dan evaluasi tersebut dapat dijadikan dasar untuk menilai keadaan eksisting sebagai bahan dan acuan dasar untuk kegiatan perencanaan selanjutnya.

Siklus perencanaan ini akan terus berlangsung selama tidak adanya kebijakan atau kebijaksanaan yang merubahnya. Keberlangsungan tersebut tidak akan berubah apabila hanya dipengaruhi waktu dan kondisi lainnya tanpa dilandasi oleh adanya perubahan sistem dan proses serta aturan yang melandasinya. Perencanaan tersebut sangat berbeda dengan perencanaan klasik yang hanya terdiri dari tahapan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan. Akan tetapi juga berbeda dengan siklus perencanaan modern yang tidak memiliki hubungan antara periode perencanaan yang satu dengan periode perencanaan lainnya. Maka dari itu siklus akan lebih tepat apabila disebut sebagai siklus perencanaan postmodern, yaitu sebuah siklus tanpa henti yang memiliki keterhubungan yang sistematis tidak hanya sebatas antar kegiatan akan tetapi juga antar periode perencanaan.

Namun demikian siklus perencanaan ini juga tidak dapat dikatakan sempurna dalam pelaksanaannya. Hal ini dikarenakan dalam prakteknya masih ditemukan kendala-kendala terutama pada pembiayaan program dan kegiatan. Kenyataan menunjukkan bahwa pada umumnya jumlah dana yang tersedia lebih kecil dari jumlah program dan kegiatan yang perlu dilakukan pada setiap tahunnya. Karena masih banyaknya daerah yang memiliki PAD yang rendah dan hanya bergantung pada Dana Alokasi Umum (DAU) dari pemerintah pusat yang sangat terbatas.

Penulis: M. Iip Wahyu Nurfallah

Komentar

Postingan populer dari blog ini