Langsung ke konten utama

AKSES LOKAL DALAM KEBIJAKAN NASIONAL MELALUI DEWAN PERWAKILAN DAERAH

 


AKSES LOKAL DALAM KEBIJAKAN NASIONAL MELALUI DEWAN PERWAKILAN DAERAH

Pergerakan reformasi pada tahun 1998 seringkali dipandang sebagai sebuah proses dinamika dalam perkembangan negara Indonesia, hal tersebut dikarenakan tuntutan reformasi secara langsung merupakan tuntutan rakyat. Tuntutan-tuntutan tersebut tentu saja dapat dipandang sebagai konsekuensi dari pergerakan reformasi itu sendiri yang akan terus berkembang seiring dengan perubahan sosial politik yang terjadi di masyarakat. Selain itu reformasi juga dapat dijadikan sebagai media koreksi untuk mengembalikan arah pembangunan dan perjalanan bangsa Indonesia pada the right track. Salah satu upaya dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan reformasi tersebut adalah melalui pembaharuan Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan konstitusi dan pedomana dasar penyelenggaraan negara.

Pembaharuan UUD 1945 dengan empat kali amandemen selain untuk menyempurnakan konstitusi negara, juga memperkuat sendi-sendi berdirinya suatu negara. Berbagai pembaharuan diharapkan dapat menjadi The Higher Law atau The supreme of the land dalam sistem hukum ketatanegaraan Indonesia, sehingga sendi-sendi demokrasi dapat berjalan dengan baik dalam praktik berbangsa dan bernegara serta dapat mewujudkan sebuah kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang berdasarkan atas hukum dan keadilan sosial. Salah satu sasaran pembaharuan UUD 1945 ini adalah menciptakan dan meningkatkan reformasi hubungan antara pemerintah pusat dan daerah. Dengan membenahi segala hal yang berkaitan dengan otonomi daerah yang meliputi peninjauan kembali badan perwakilan rakyat daerah, kedudukan kepala daerah sebagai pemimpin daerah, isi otonomi, peniadaan dualisme kekuasaan di daerah, dan hubungan keuangan pusat dan daerah diharapkan dapat mewujudkan kemandirian daerah sebagai suatu daerah otonom.

Langkah yang diambil pemerintah untuk mewujudkan hal tersebut adalah membentuk utusan daerah dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang dikenal dengan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Perubahan tersebut tentu saja mengubah sistem ketatanegaraan Indonesia yang semula merupakan sistem perwakilan satu kamar (unikameral), dengan adanya tuntutan reformasi untuk lebih mewujudkan keinginan rakyat terhadap demokrasi akhirnya diubah bentuknya menjadi sistem perwakilan dua kamar (bikameral) sama seperti di beberapa negara yaitu Prancis, Inggris dan Amerika. Definisi dari sistem bikameral (Second chamber) itu sendiri, menurut Patricia A. Lewis adalah, The divisions of legislative or judicial body into two components or chambers (Lewis: 1993). Berdasarkan definisi tersebut dapat diketahui bahwa sistem bikameral merupakan pembagian sebuah lembaga negara dalam hal ini legislatif menjadi dua komponen atau kamar. Dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia maka komponen legislatif terdiri dari DPR dan DPD. Dewan Perwakilan Daerah (DPD) merupakan lembaga legislatif yang mewakili rakyat provinsi-provinsi. Setiap provinsi diwakili oleh empat anggota yang dipilih langsung oleh rakyat provinsi dengan masa jabatan adalah lima tahun sama seperti anggota DPR, dan dimungkinkan sistem pergantian bergilir.

Pada hakikatnya pembentukan DPD bukan sekedar untuk mengembangkan kehidupan berdemokrasi di Indonesia, akan tetapi juga untuk menampung aspirasi masyarakat lokal agar mempunyai saluran dan akses untuk menyuarakan kepentingan dalam sebuah sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu ciri khas dan daya tarik dari DPD sendiri adalah bahwa keanggotaannya terdiri dari orang-orang nonpartisan yang dipilih langsung oleh masyarakat lokal suatu daerah sehingga tidak terikat dengan partai politik manapun. Kontribusi politik dari DPD dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia diatur dalam sebuah peraturan perundang-undangan yaitu Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3).

Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, DPD memiliki peran penting yaitu sebagai penghubung antara kepentingan daerah dan kepentingan pusat dan sebagai media akses bagi daerah untuk berkontribusi dalam pembuatan kebijakan-kebijakan nasional yang berhubungan dengan otonomi daerah dan masyarakat lokal. Peran tersebut digambarkan dalam kewenangan dan hak yang dimiliki oleh DPD yaitu dalam mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang berhubungan dengan kebijakan yang ada di daerah, melakukan pengawasan terhadap pemerintahan daerah di daerah, dan menyuarakan aspirasi lokal di daerah pada tingkat pembahasan secara nasional.

Dalam pembentukan suatu peraturan perundang-undangan, DPD memiliki hak untuk ikut mengajukan RUU kepada DPR dan membahasnya secara bersama selama RUU tersebut berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pemerintahan daerah, pembentukan dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya yang ada di daerah dan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Pembahasan RUU antara DPR dan DPD harus dilakukan terlebih dahulu sebelum DPR melakukan pembahasan bersama Pemerintah. Dalam hal ini DPD wajib memberikan pandangan dan pendapat terhadap RUU tersebut dan memberikan tanggapan atas pandangan dari masing-masing lembaga tentang RUU yang akan sedang dibahas sehingga nantinya pandangan, pendapat dan tanggapan yang ada, dijadikan masukan untuk pembahasan lebih lanjut antara DPR dan Pemerintah. Selain itu juga DPD wajib memberikan pertimbangan secara tertulis atas RUU mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pajak, pendidikan dan agama kepada DPR sebagai bahan dan catatan dalam melakukan pembahasan bersama pemerintah.

Hak selanjutnya yang dimiliki oleh DPD adalah hak untuk mengadakan pengawasan terhadap setiap daerah. Hal tersebut digambarkan dalam hak yang dimiliki DPD untuk memberikan pertimbangan kepada DPR mengenai pemilihan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang salah satu tugasnya adalah memeriksa dan melakukan evaluasi terhadap pengelolaan keuangan di daerah. Pertimbangan itu selanjutnya disampaikan secara tertulis oleh DPD kepada DPR sebelum anggota BPK tersebut dipilih. Selain itu DPD juga melakukan pengawasan secara langsung terhadap pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya yang ada di daerah dan pelaksanaan APBN, pajak serta agama. Secara umum, langkah-langkah yang dapat dilakukan DPD dalam melakukan pengawasan untuk kepentingan daerah yaitu dengan menerima dan membahas hasil pemeriksaan keuangan negara yang dilakukan oleh BPK sebagai bahan pengawasan terhadap suatu undang-undang yang memiliki kaitannya dengan hal itu dan meminta secara tertulis informasi mengenai pelaksanaan undang-undang tertentu kepada pemerintah bila diperlukan serta mengadakan kunjungan kerja ke daerah guna melakukan monitoring atas pelaksanaan undang-undang tertentu.

Selain kedua hal yang sudah diuraikan sebelumnya. Pada hakikatnya DPD juga berhak dan berwenang menyampaikan aspirasi daerah kepada pemerintah secara nasional. Sebagai sebuah lembaga negara yang berisikan wakil-wakil rakyat non partisan maka peran politik yang sangat penting sebagai media aspirasi masyarakat lokal terhadap pembuatan-pembuatan kebijakan nasional. Selain itu DPD juga berfungsi untuk mengangkat isu-isu kedaerahan dan menasionalisasikan isu lokal tersebut menjadi sebuah isu nasional. Langkah yang dilakukan untuk melaksanakan hak dan kewajiban ini adalah dengan menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat yang berkaitan dengan undang-undang tertentu dan  membangun rumah aspirasi atau house of local people aspiration, untuk menyerap aspirasi-aspirasi lokal yang berada di daerah konstituennya sehingga aspirasi lokal tersebut dapat terserap dengan baik sehingga nantinya dapat diangkat dan disampaikan dalam forum kenegaraan di parlemen.

Selain hal-hal diatas untuk menciptakan suatu sistem pemerintahan nasional yang ideal maka diperlukan hubungan yang sinergis antara DPD selaku perwakilan lokal dengan pembuat kebijakan nasional dalam hal ini DPR dan pelaksana kebijakan yaitu pemerintah. Untuk mewujudkan suatu tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara yang ideal tersebut maka DPD harus memperhatikan kesejahteraan rakyat di daerah dengan proaktif melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang yang terkait dengan kepentingan daerah dan senantiasa memonitor kegiatan pembangunan di setiap provinsi. Dalam menyuarakan aspirasi lokal, DPD juga harus menyerap, menghimpun dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat daerah secara rutin turun kebawah melakukan konsultasi dan koordinasi dengan kepala daerah terkait dan kepada DPRD yang ada. Pada hakikatnya DPD sendiri memiliki peran yang sangat besar sebagai penghubung antara aspirasi lokal dan kebijakan nasional karena secara moral dan politis hal tersebut merupakan pertanggungjawaban utama yang diemban oleh setiap anggota DPD terhadap pemilih dan daerah pilihannya.

 Oleh: M. Iip Wahyu Nurfallah

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini