Langsung ke konten utama

KONVENSI KETATANEGARAAN SEBAGAI PENGUAT BUDAYA BANGSA INDONESIA

 


KONVENSI KETATANEGARAAN SEBAGAI PENGUAT BUDAYA BANGSA INDONESIA

Negara Indonesia merupakan sebuah negara hukum sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi dasar bagi bangsa Indonesia. Sebagai sebuah negara hukum pastinya memiliki sumber asal muasal dari suatu nilai dan norma tertentu yang nantinya dijadikan rujukan dalam pembentukan hukum yang dinamakan sebagai sumber hukum. Setiap bidang hukum memiliki sumber hukum yang berbeda antara satu dan lainnya baik dalam hukum pidana, perdata maupun ketatanegaraan. Menurut Jimly Assiddie dalam bukunya yang berjudul “Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara”, dalam bidang hukum tata negara (constitutional law), pada umumnya memiliki beberapa sumber hukum yaitu undang-undang dasar dan peraturan perundang-undangan tertulis, yurisprudensi, hukum internasional tertentu, doktrin ilmu hukum tata negara, dan konvensi ketatanegaraan.

Konvensi ketatanegaraan atau constitutional convention merupakan istilah dari sebuah praktik-praktik ketatanegaraan yang identik dengan kebiasaan atau sering juga disebut sebagai kebiasaan ketatanegaraan dikarenakan bentuknya yang tidak tertulis dan lahir dari dengan sendirinya dari perilaku ketatanegaraan yang dilakukan pejabat tata usaha negara dan masyarakat, sehingga praktik tersebut tidak dimuat dalam konstitusi maupun suatu aturan tertulis (law in the books). Konvensi ketatanegaraan merupakan suatu yang lumrah yang sering terjadi di negara yang menganut sistem common law, Seperti  yang terjadi di negara Iggris dimana peraturan tertulis dengan tegas menentukan bahwa Persetujuan dari Ratu diperlukan dalam mengesahkan Undang-Undang (The Queen’s assent is required for a valid Act of Parliament) telah berubah dan berkembang menjadi Ratu harus selalu menyetujui suatu rancangan undang-undang (The Queen must always assent  to a bill), praktik dan fenomena tersebut merupakan suatu konvensi ketatanegaraan sehingga dapat disimpulkan konvensi ketatanegaraan tersebut dapat melengkapi, menambah maupun merubah konstitusi atau peraturan perundang-undangan dalam suatu negara.

Walaupun tidak sebanyak di negara yang menganut sistem common law, konvensi ketatanegaraan juga dapat dijadikan sumber hukum ketatanegaraan di negara yang menganut sistem civil law yang identik akan peraturan dan norma tertulis. Seperti di Indonesia hal ini dapat dilihat di beberapa praktek-praktek ketatanegaraan yang terjadi seperti Pidato kenegaraan tahunan Presiden di rapat paripurna DPR-RI tanggal 16 Agustus dan Upacara Bendera setiap tanggal 17 Agustus serta masih banyak lagi. Bahkan beberapa tahun terakhir ini muncul sebuah praktek ketatanegaraan yang baru yaitu penggunaan pakaian adat daerah dalam acara-acara besar kenegaraan seperti Upacara kemerdekaan pada tanggal 17 agustus dan sidang paripurna DPR dan MPR RI yang secara tidak langsung dapat menjadi sebuah konvensi ketatanegaraan. Secara substansial praktek ketatanegaraan seperti penggunaan pakaian adat tersebut menuai pujian dan mendapatkan respon positif dari berbagai elemen.

Pakaian adat pada umumnya adalah sebagai identitas dari suatu bangsa atau adat tertentu. Indonesia merupakan negara dengan struktur masyarakat yang majemuk dan beragam, sehingga terdapat banyak sekali suku dan adat yang terdapat di berbagai daerah di Indonesia. Setiap suku dan adat tersebut memiliki perbedaan satu sama lain baik dari segi tingkah laku, kebiasaan, maupun dari segi sandang, pangan, dan papan. Pada dasarnya pakaian adat dalam suatu daerah dianggap sebagai salah satu hal yang dapat dijadikan simbol daerah tersebut. Maka dari itu pakaian adat harus senantiasa dilestarikan agar tidak terlupakan oleh perkembangan zaman yang semakin berkembang. Salah satu cara agar melestarikan pakaian adat tersebut adalah dengan menggunakan pakaian tersebut dalam berbagai kesempatan. Penggunaan Pakaian adat daerah ini dinilai membawa dampak yang positif bagi persatuan dan kesatuan serta budaya bangsa Indonesia seperti memupuk rasa persatuan dan kesatuan, meningkatkan rasa cinta tanah air serta sebagai sarana eksplorasi budaya Indonesia pada dunia internasional.

Penggunaan pakaian adat dari berbagai daerah pada suatu momen tertentu dapat memupuk rasa persatuan dan kesatuan bangsa dari berbagai daerah. Terutama pada momen-momen sakral seperti pada Upacara peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus, penggunaan pakaian adat dapat mengingatkan kita bahwa sejatinya sejarah kemerdekaan Indonesia berhasil diraih karena perjuangan-perjuangan tokoh-tokoh dan rakyat Indonesia dari berbagai suku dan adat yang memiliki beban sepenanggungan dan semangat yang sama. Slogan Bhineka Tunggal Ika dan peristiwa sumpah pemuda merupakan hasil nyata dari rekonsiliasi masyarakat Indonesia yang berasal dari suku adat dan wilayah-wilayah yang berbeda di Indonesia. Berdasarkan hal tersebut maka sesungguhnya tidak akan ada Negara Republik Indonesia yang merdeka tanpa adanya semangat persatuan dan kesatuan dari setiap suku dan adat yang ada. Maka dari itu penggunaan pakaian adat dalam acara-acara besar kenegaraan seperti pada upacara HUT RI secara tidak langsung merupakan simbol pengakuan akan suku dan adat berbeda yang terdapat di Indonesia yang senantiasa bersatu sehingga melahirkan kemerdekaan yang kita nikmati sampai dengan sekarang. Semangat persatuan dan kesatuan ini merupakan hal yang dapat dipupuk dengan kesadaran sejarah bahwa sesungguhnya bangsa Indonesia ini adalah bangsa yang lahir dari perbedaan suku dan budaya dan disatukan dalam satu tujuan yaitu kemerdekaan Indonesia. Sehingga berdasarkan hal tersebut penggunaan pakaian adat dalam acara HUT RI pada tanggal 17 Agustus merupakan hal yang dapat membangkitkan kembali memori akan sejarah persatuan itu sehingga dapat meningkatkan semangat persatuan dan kesatuan. Sejatinya praktek penggunaan pakaian adat dalam momen sakral ini secara tidak langsung menggambarkan tentang bagaimana masyarakat dari berbagai suku dan adat berbeda yang ada di Indonesia berkumpul dan dipersatukan oleh sebuah semangat kebersamaan dan semangat kemerdekaan yang sama pada momen tersebut.

Selain dapat memupuk rasa persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, penggunaan pakaian adat dalam berbagai acara kenegaraan juga dapat menjadi sarana untuk meningkatkan rasa cinta kepada Tanah air terutama produk lokal. Ciri-ciri dari rasa cinta terhadap tanah air yaitu adanya rasa bangga terhadap seluruh budaya yang ada termasuk budaya mengenakan pakaian adat. Selain itu pakaian adat juga merupakan salah satu warisan penting budaya Indonesia yang harus dilestarikan, sehingga penggunaannya sangat penting untuk dilakukan sebagai bentuk kecintaan terhadap budaya yang sudah diwariskan dari masa ke masa ini. Salah satu tujuan utama penggunaan pakaian adat tersebut dalam berbagai kesempatan tidak lain adalah untuk menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta tanah air bagi seluruh peserta yang mengikuti acara. Implementasi Penggunaan pakaian adat dalam acara kenegaraan seperti rapat paripurna tahunan yang diselenggarakan oleh DPR setiap tanggal 16 Agustus dapat menanamkan nilai kesadaran terhadap setiap peserta yang hadir terutama para pejabat publik agar senantiasa menanamkan rasa cinta terhadap Indonesia, sehingga dalam melaksanakan tugasnya senantiasa selalu rela berkorban demi bangsa dan negara serta lebih mementingkan kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi dan golongan. Nilai yang sama juga dapat ditemukan dalam penggunaan pakaian adat pada berbagai acara besar lainnya seperti upacara peringatan kemerdekaan dan lain-lain. Penggunaan pakaian adat oleh para pejabat negara ini juga dapat menjadi contoh dan mendorong rakyat untuk ikut menggunakan pakaian tersebut dalam berbagai kesempatan sehingga mendorong rasa cinta dan bangga terhadap produk lokal dan produk dalam negeri.

Terakhir, penggunaan pakaian adat dalam berbagai acara kenegaraan juga dapat menjadi saran eksplorasi dan pengenalan budaya Indonesia kepada dunia. Kebudayaan Indonesia pada dasarnya memiliki peran penting dalam memperkenalkan Indonesia kepada dunia Internasional. Oleh karena itu salah satu upaya yang efisien dalam melestarikan kebudayaan tersebut adalah menggunakan pakaian adat dalam acara tertentu termasuk acara-acara kenegaraan. Pakaian adat memang tidak memungkinkan untuk digunakan setiap hari karena umumnya memiliki kelengkapan yang sangat kompleks untuk digunakan. Akan tetapi penggunaan pakaian adat dalam berbagai acara-acara besar seperti pada sidang paripurna tahunan DPR pada tanggal 16 Agustus dan upacara peringatan hari kemerdekaan pada tanggal 17 agustus sangatlah sesuai. Dengan menggunakan pakaian adat tersebut, secara tidak langsung dapat memperkenalkan kebudayaan daerah kepada masyarakat luas baik lokal maupun mancanegara karena acara tersebut tidak jarang menjadi sorotan media-media internasional dan acap kali beredar dalam sosial media. Penggunaan pakaian adat oleh para pejabat negara dalam berbagai acara kenegaraan tersebut secara tidak langsung dapat menjadi promosi atau  endorsement terhadap pakaian adat tersebut. Kharisma yang dimiliki oleh beberapa sosok, figur maupun tokoh-tokoh yang mengenakan pakaian adat dalam acara kenegaraan dapat mempengaruhi dan menggaet masyarakat yang melihatnya untuk berbondong-bondong melakukan hal yang sama sehingga menjadi trend tersendiri. Apabila trend tersebut terus dilestarikan dan berkembang maka tidak mustahil akan mencapai taraf Internasional dan mempengaruhi perkembangan globalisasi, sehingga budaya Indonesia menjadi dikenal oleh masyarakat dunia dan menjadi budaya yang kuat dan terlestarikan.

Maka dari itu berdasarkan dampak-dampak yang sudah diuraikan sebelumnya sangatlah penting menempatkan Penggunaan pakaian adat dalam acara ketatanegaraan seperti sidang paripurna tahunan DPR setiap tanggal 16 Agustus dan Upacara Peringatan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus sebagai sebuah konvensi ketatanegaraan baru di Indonesia yang tumbuh dan berkembang di era yang modern. Dengan menjadikan tradisi penggunaan baju adat dalam acara kenegaraan sebagai sebuah konvensi ketatanegaraan, maka praktek tersebut akan mendapatkan legitimasi baik secara hukum, etik maupun sosial sehingga praktek ini akan dapat terus diterapkan dan dilanjutkan kedepannya guna menghasilkan dampak positif yang signifikan bagi negara Indonesia dalam perkembangannya menjadi sebuah negara yang maju. Syarat sebuah konvensi ketatanegaraan harus memiliki unsur yang menunjukkan bahwa perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang tersebut dapat diterima dan ditaati dalam kegiatan penyelenggaraan negara, walaupun tidak dianggap sebagai hukum (the laws of the constitution) sama seperti penggunaan pakaian adat dalam berbagai acara kenegaraan yang telah dilakukan berulang kali dalam beberapa tahun terakhir ini dan tidak didapatkan adanya penolakan yang signifikan dalam penerapannya serta dapat diterima sebagai praktik penyelenggaraan negara oleh berbagai unsur masyarakat dan pihak penyelenggara negara. Unsur pengulangan dalam sebuah konvensi ketatanegaraan pada dasarnya tidak bersifat mutlak. Hal ini dikarenakan ketika tindakan yang bersifat menyimpang dari norma tertulis resmi pertama kali dilakukan, belum terdapat unsur pengulangan di dalamnya. Akan tetapi, tindakan yang baru pertama kali itu sudah dapat diterima sebagai sebuah konvensi ketatanegaraan. Pada hakikatnya konvensi ketatanegaraan itu bukanlah merupakan sebuah hukum sehingga penggunaan pakaian adat  dalam sebuah acara kenegaraan tidak bersifat mengikat, akan tetapi penggunaan pakaian adat dalam berbagai acara kenegaraan tersebut mendapatkan legitimasi secara tidak langsung sehingga praktik tersebut dapat terus dilanjutkan setiap tahunnya.

Dengan adanya dampak positif yang ditimbulkan praktik ini bagi eksistensi kebudayaan bangsa Indonesia maka konvensi ketatanegaraan mendapatkan peran baru, tidak hanya peran dalam kacamata hukum seperti yang dikemukakan oleh K.C. Wheare dalam bukunya yang berjudul “Modern Constitutions”, yaitu sebagai cara untuk mengubah dan melengkapi apa yang tertulis dalam teks konstitusi sesuai dengan kebutuhan yang baik untuk memastikan bekerjanya norma konstitusi atau sebagai rules of custom semata. Akan tetapi konvensi ketatanegaraan juga memiliki peran sosial yang tidak kalah penting yaitu dapat mengangkat harkat dan martabat dalam suatu bangsa sebagai pilar yang memperkuat budaya dan tradisi yang dimiliki oleh bangsa Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga dapat mengantarkan Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki identitas kebudayaan yang kuat dan tidak mudah terkikis oleh pengaruh liberalisme modern yang marak terjadi pada era globalisasi ini, dan menjadi salah satu negara yang berdaulat akan kebudayaan pada lingkup internasional sehingga kebudayaan Indonesia dapat mendunia dan semakin dicintai guna mewujudkan oleh masyarakat. Dampak tersebut diharapkan dapat melahirkan kepribadian dalam kebudayaan atau kebudayaan sebagai pedoman perilaku yang bersifat khas dan bermartabat bagi bangsa Indonesia kedepannya.

 Oleh: M. Iip Wahyu Nurfallah

Komentar

Postingan populer dari blog ini