BADAN USAHA MILIK NEGARA INDONESIA : DIIKAT OLEH HUKUM
PUBLIK ATAU PRIVAT?
The administrative agency is a governmental authority
other than a court and other than a legislative body, begitulah pemaparan yang disampaikan oleh beberapa
para pakar hukum ketatanegaraan tentang kedudukan Pemerintah apabila dihadapkan
pada suatu permasalahan hukum. Seiring dengan pergeseran paradigma tugas dari
sebuah negara yang hanya sebagai penjaga malam kini berkembang menjadi
menghadirkan kesejahteraan bagi setiap warganya. Pergeseran paradigma tersebut
menciptakan suatu konsep kenegaraan baru yang disebut dengan negara
kesejahteraan (welfare state). Ajaran welfare state ini secara
tidak langsung memperluas tugas dan kewenangan serta aktivitas yang dimiliki
oleh negara baik dalam hal mengatur, memerintah, dan mengadili, sehingga
sejalan dengan hal tersebut aktivitas-aktivitas pemerintah pun semakin luas.
Secara garis besar tujuan dari ajaran welfare state
ini adalah menghadirkan tanggung jawab negara terhadap kesejahteraan
warganya. Maka dari itu, dalam rangka mewujudkan kemakmuran rakyat, negara dan
pemerintah mendirikan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Keberadaan BUMN ini
sangat erat kaitannya dengan pencapaian tujuan kesejahteraan rakyat, karena
BUMN selaku Perusahaan negara, dikelola dengan memperhatikan sifat usaha
kerakyatan yaitu guna mencari keuntungan untuk memupuk kemanfaatan umum.
Kehadiran BUMN juga merupakan amanah dari konstitusi negara khususnya pada
pasal 33 UUD 1945.
Keinginan membuat BUMN menjadi salah satu roda
penggerak utama dalam pertumbuhan ekonomi nasional, tentu saja secara tidak
langsung akan mendorong pengembangan dari BUMN itu sendiri. Hal ini dapat
semakin memperkuat posisi BUMN sebagai salah satu pilar penting dalam sistem
pembangunan nasional. Dalam perekonomian nasional, BUMN juga berperan dalam hal
menghasilkan barang dan/atau jasa yang dibutuhkan dalam mewujudkan
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Peran BUMN juga semakin krusial sebagai
pelopor dan perintis dalam sektor usaha yang belum tersentuh oleh pihak
swasta.selain itu mengacu pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN
(UU BUMN), bahwa salah satu peran yang tidak kalah penting dan cukup strategis
yang dimiliki oleh BUMN adalah sebagai pelaksana pelayanan publik, penyeimbang
kekuatan-kekuatan swasta besar, dan turut membantu dalam pengembangan usaha
kecil/koperasi.
Dalam menjalankan usahanya terdapat dualisme
pengelolaan yang terjadi pada BUMN hal ini dikarenakan BUMN dikelola sebagai
Perusahaan Perseroan (Persero) yang memiliki tujuan untuk mencari dan memupuk
profit dan sepenuhnya tunduk terhadap Undang-Undang yang berkaitan dengan
Perseroan Terbatas, serta sebagai instansi pemerintah dalam bentuk Perusahaan
Umum (Perum) guna melaksanakan usaha yang merupakan implementasi kewajiban
pemerintah dalam menyediakan barang dan jasa tertentu yang dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat.
Munculnya persepsi bahwa BUMN merupakan bagian dari
instansi pemerintah adalah karena adanya perbandingan dengan peran dan
kedudukan BUMN yang ada di beberapa negara. Misalnya di Belanda Perusahaan
negara atau di Indonesia dikenal dengan BUMN dikelompokkan sebagai instansi
pemerintah. Organisasi Perusahaan Publik atau yang biasa disebut de
publiekrechtelijke bedrijfsorganisasi (PBO) yang ada di Belanda memang
dibentuk berdasarkan hukum public dan kepadanya diserahkan kewenangan publik.
Sebagai tambahan, pejabat atau organ puncak/atasan dari PBO sendiri adalah
Dewan Ekonomi Nasional Belanda atau yang dinamakan de Sociaal Economische
Raad (SER) yang merupakan suatu badan publik yang menjadi penasihat
pemerintah tertinggi dalam bidang sosial ekonomi. Keanggotaan SER tersebut
adalah para pemilik modal/pemberi kerja atau yang dinamakan werkegeversleden,
para pegawai atau werknemersleden, dan anggota Kerajaan atau Kroonleden.
Dewan ini secara umum menjalankan tugas guna memajukan pekerjaan warga negara
Belanda, di samping mengurus kepentingan orang-orang terkait serta kehidupan
perusahaan. Dalam menjalankan tugasnya SER ini diberikan kewenangan untuk
mengatur dan membuat keputusan-keputusan dan dalam keadaan tertentu berwenang
pula menerapkan sanksi, sebagaimana kewenangan yang terdapat pada instansi
pemerintah pada umumnya yang berbentuk Perusahaan Umum.
Beberapa pendapat menyatakan bahwa BUMN termasuk
sebagai instansi Pemerintah dalam bentuk Perusahaan Umum. Akan tetapi, sebagian
lainnya berpendapat bahwa BUMN merupakan badan hukum perdata yang pada dasarnya
tidak memiliki kewenangan publik. Sebenarnya dikelompokkannya BUMN sebagai
sebuah instansi pemerintah atau tidak bergantung pada jenis, format dan
operasionalisasi dari BUMN itu sendiri, serta tergantung pada tiga persyaratan
badan swasta sebagai pemerintah yaitu asal modal, kedudukan hukum pejabatnya dan
imunitas publik yang dimiliki.
Kekayaan negara yang dijadikan sebagai modal dalam
bentuk saham dari badan usaha tersebut statusnya tidak lagi sebagai kekayaan
negara, tetapi telah berubah menjadi kekayaan dari badan usaha tersebut.
Sejalan dengan hal itu, maka kedudukan hukum pejabat pemerintah yang duduk
sebagai pemegang saham atau komisaris adalah sama dan setara dengan kedudukan
hukum masyarakat biasa dan pemegang saham swasta lainnya. Imunitas publik yang
dimiliki sebagai penguasa sejatinya tidak berlaku lagi dan kepadanya tunduk dan
berlaku sepenuhnya hukum privat. Meskipun secara umum, saham Perusahaan
tersebut 100% milik negara.
Kedudukan BUMN sebagai badan privat semakin diperkuat
dengan pengelolaan BUMN yang berbentuk Persero dengan ciri-ciri yaitu memiliki
hubungan usaha yang diatur menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas yang kental
dengan hukum keperdataan, tujuan usaha guna mendapatkan profit dan memupuk
keuntungan serta memiliki modal yang secara keseluruhan atau sebagian berasal
dari kekayaan negara yang dipisah dan menjadi milik negara. Walaupun sejumlah
peraturan perundang-undangan masih tetap mengkategorikan BUMN sebagai sebuah
entitas publik dan bagian dari apa yang disebut dengan keuangan negara,
contohnya seperti Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara dan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara tetap
mengkategorikan kekayaan milik BUMN sebagai kekayaan atau keuangan negara,
meskipun telah dipisahkan. Sehingga konsekuensi menurut kedua peraturan
tersebut adalah bahwa tata cara penggunaan kekayaan BUMN harus dilakukan sesuai
mekanisme penggunaan kekayaan/keuangan negara dan harus tunduk terhadap hukum
publik. Akan tetapi dalam perspektif hukum makna kekayaan negara yang
dipisahkan ini dapat merujuk kepada pemikiran bahwa BUMN merupakan suatu badan
hukum yang mandiri dan memiliki pertanggungjawaban kekayaan terpisah dari
negara selaku pemiliknya.
Ketentuan dalam pasal 11 UU BUMN juga mengatur bahwa
terhadap Persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip sebagaimana
Perseroan terbatas pada umumnya. Sehingga modal yang dimiliki BUMN terbagi
dalam saham atau paling sedikit 51% dimiliki oleh negara selaku pemilik saham
yang tujuannya adalah untuk mengejar keuntungan. Modal ini tentu saja berasal
dari kekayaan negara yang terpisah dan oleh karena itu, BUMN selaku badan usaha
yang seluruh atau sebagian besar modalnya berasal dari kekayaan alam yang dipisahkan
bukan lagi sebagai penyelenggara pemerintah akan tetapi sebagai penyelenggara
usaha. Hal ini dikarenakan kekayaan negara yang dipisah itu statusnya adalah
kekayaan milik BUMN yang digunakan demi meningkatkan kesejahteraan umum.
Sehingga untuk memperolehnya warga secara tidak langsung BUMN selaku badan
hukum yang mengelola kekayaan negara dalam bentuk Perseroan ini akan terikat
dengan hukum keperdataan atau hukum privat.
Kedudukan pejabat sebagai pemegang saham pun dalam UU
BUMN diatur bahwa anggota direksi atau komisaris dilarang memegang jabatan
rangkap sebagai jabatan struktural maupun fungsional pada instansi atau lembaga
pemerintah baik pusat maupun daerah. Hal ini semakin mempertegas batas antara
BUMN dan lembaga pemerintah sebagai dua hal yang berbeda. Sehingga pejabat
pemegang saham dan komisaris dalam suatu BUMN memiliki kedudukan yang sama
dengan pemegang saham dan komisaris dari suatu perseroan terbatas dan badan
usaha swasta pada umumnya yang diikat oleh ketentuan-ketentuan hukum privat.
Hal ini dikarenakan pemangku jabatan dalam suatu BUMN berbeda dengan pejabat
publik yang dalam melaksanakan hak dan kewenangan jabatannya diikat oleh
ketentuan publik.
Dengan kedudukannya sebagai sebuah badan hukum maka
secara umum BUMN memiliki karakteristik yaitu perkumpulan orang yang dapat
melakukan perbuatan hukum dalam suatu pergaulan hukum, memiliki harta kekayaan
yang terpisah, mempunyai kepengurusan, kepentingan dan tujuan serta dilengkapi
oleh hak dan kewajiban yang apabila salah satu tidak dipenuhi dan dilanggar
dapat digugat serta menggugat di hadapan pengadilan. Oleh karena itu secara
umum kedudukan BUMN dalam aktivitas keperdataan tidak berbeda dengan seseorang
atau sebuah badan hukum privat swasta lainnya, tidak memiliki kedudukan yang
istimewa sebagai penerapan dari asas equality before the law dalam
peradilan umum.
Sehingga berdasarkan uraian diatas, dapat dikatakan
meskipun merupakan suatu Badan Hukum milik negara pada intinya BUMN juga
memiliki kedudukan yang sama dengan badan hukum dan badan usaha yang bukan
milik negara atau kepunyaan swasta. Sebagai sebuah subyek hukum yang memiliki
kepribadian hukum (persoonlijkheid) maka BUMN dinilai memiliki
karakteristik yang dibutuhkan untuk menjadi sebuah subyek hukum keperdataan.
Hukum yang mengikat dan melekat dalam aktivitas BUMN sendiri adalah hukum
privat atau hukum keperdataan yaitu hukum yang mengatur hubungan antar subyek
hukum dalam memenuhi kebutuhannya. Hal ini membuat kedudukan BUMN berbeda
dengan Kementerian BUMN selaku Kementerian negara yang merupakan bagian dari
organisasi jabatan ketatanegaraan dimana berisikan jabatan-jabatan publik
sehingga pemangku jabatannya merupakan pejabat publik yang diangkat oleh negara
dan terikat dengan ketentuan-ketentuan hukum publik dalam setiap aktivitasnya.

Komentar
Posting Komentar